12/11/10

Dariku untuk Jiwamu


Untuk tau kabarmu di hari kemarin, dan sebelumnyapun sampai sat ini aku tidak kamu beri tahu. Siapa yang membuat redup jiwamu?. Bagaimana aku bisa memberitahumu bahwa aku ingin dekat denganmu, untuk memulai saja aku terlalu angkuh dan sombong untuk dengan keramahan.
Bagaimana bisa aku tau kabarmu hari kemarin sementara aku hanya menatap dan memperhatikanmu dari seberang gunung itu. Kenapa saat ini aku begitu pengecut untuk mengajakmu bercerita tentang hari ini dan kisah itu. Pesonamu bisa membuat aku seperti sekarang ini, tapi mengapa kau meredup. Sembunyi di balik bangunan tua itu berharap aku tidak menyangka kau ada di sana. Aku melihatmu masuk ke ruangan itu melalui pintu gerbang besar yang megah itu sesekali kau mengalih kebelakang berharap tuk tidak ada yang mengikutimu, tapi tidak, aku menantimu keluar. Dan lama aku menunggu kamu tiba juga memalingkan wajah berdiri di tembok itu dan begitu dekat dengan ku sambil berkata “aku tidak apa-apa” katamu, tapi tak lama kau kembali dengan lamunanmu sampai terperanjat  oleh cahaya yang tidak menyilaukan tapi ada sedikit keriangan dari raut wajahmu berharap kamupun bisa seperti lentera itu menerangi jiwa manusia yang gelap.
Seolah ingin mengelabuiku dengan senyum perihmu agar aku pergi jauh darimu, tapi aku tidak beranjak karena kini aku benar-benar melihatmu semu, tidak jelas tapi aku tahu kalau dirimu masih ada, jangan pernah aku kau hibur sementara tak ada keindahan di bumi hatimu. Aku memang tidak banyak tau tentang dirimu saat ini. Tadi, kemarin dan sebelumnya, tapi aku tahu tentang perasaanku. Itulah yang mendorong langkahku untuk menunggumu. Harapanku masih besar tentang cerita keindahan itu, bukan di sudut didinding buram itu yang penuh dengan noda hitam, tapi cerita indah ketika di taman itu, dari atas tangga yang hampir rapuh termakan usia, tapi jangan pernah dengan jiwamu.
Tidakkah bisa engkau memberi sedikit alasan mengapa gemuruh bergema mengiringi dan menambah kepedihan hatimu, lihat aku jangan tundukkan wajahmu seakan kau tertidur pulas. Lagi-lagi senyum palsu itu dan tatapan kosongmu, menolehpun tidak padaku, iya aku tau terlalu banyak pertanyaanku yang belum kau jawab dan mengapa harus kau tutup telingamu dan kini kau masih acuh.
Baiklah aku akan pergi tapi hanya sejenak dan kembali lagi menagih tentang cerita lain. Setelah aku pergi jangan lagi bersembunyi di sudut tembok itu, keluarlah dari pintu ketika kau masuk ke bangunan lama itu, renungkanlah sejenak saja bukankah ada bintang di langit itu walaupun saat ini sedang ada matahari?, itu tidak akan terasa ketika tak kau rasakan damainya malam dan malamlah yang akan melindungimu dari dari kepenatan siang…
Bangkitlah, bangunlah dari mimpi buruk itu dan tersenyumlah, siramilah bunga di taman yang mulai layu. Dan aku akan gersang bila trus tak kau kasihi dengan embun yang sejuk.

111186/111110

2 komentar:

wen ibam LG mengatakan...

tafatafatatitati... kukur di gunung...
jangan ribut-ribut

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.