16/08/12

Merah yang membunuh, Biru yang mematikan


Waktu beranjak membungkuk, hampir separuh matahari tenggelam dalam rangkulan bukit-bukit yang sebenarnya tidak pernah menenggelamkan sang surya.

Ditepian telaga terduduk ku di ujung perahu kecil yang sebagian raganya mengapung pada permukaan air tepat di pinggir pantai Danau Laut tawar. Dari sudut inilah di temani desiran-disiran angin seolah sengaja berbisik di telinga yang cukup membuat bulu kuduk ku berdiri. Tak hanya sampai disitu, dekapan angin timur cukup membuat tubuh ini menggigil berpadu dengan nyanyian alam sebagai temponya adalah gigi yang bergemeretak beradu menjadikan lantuan tradisi aura pegunungan.

Sebuah cerita kehidupan dapat kusaksikan. tidak semua bisa kujadikan cerita bermakna, manis, terlalu kerdil akal ini mendifinisikan setiap coretan tinta sang ruang dan waktu yang telah lewat begitu saja. Tidak juga pada senja ini yang telah banyak bercerita.

Sedikit tersungging jiwaku menatap sudut tepat sekarang berada di jauh di depan mataku, untaian warna langit karena jauhnya titik angkasa, itulah langit. Putih itu hanya awan sebentar lagi juga pergi, tak betah menanti. Entah dimana pertemuannya namun setelah badankku berbalik tempat terbenamnya sang mega cahaya berpijar mega, kuning itu hanya lah bayangannya.

Aku  memang berada diantara dua sumbu yang saling berbenturan namun sama-sama bisa mematikan. Mana yang harus kuraih,?

Langit itu indah karena birunya, tinggi dan dalam itulah yang membuatnya semakin biru. Tapi semakin lama dinantikan akan menjadikan tenggelam, jika di angkasa terus melayang, tidak ada yang bisa membuat nadi ini menjadi biru, tapi racun bisa. sedikit goresan saja perlahan akan menuju jantung melalui arteri-arteri kecil dan menghentikan laju jantungmu, jangan kau tanyakan apa akibatnya. Maka biru adalah Hasan yang menjumpai ajalnya karena tubuhnya membiru terkena racun.

Aku balikan tubuhku dan menatap mega yang belum sepenuhnya di tinggalkan sang surya, seperti terbakar karena warnanya terlihat me-Merah. Itu adalah sebenarnya karena kuning itu hanyalah pantulannya agar nyalanya tidak begitu mengusik mata. Begitu juga dengan biru, warna di sudut ini juga dapat membakar hingga tulangmu tak lagi tersisa. Semakin disulut akan terus membara dengan sangat menyakitkan juga dapat memanggangmu dan mati jua. Merah itu adalah perkasa karena merah adalah Husein yang menenmui ajalnya dengan seluruh raganya memerah karena darah.

Jangan pernah bermain dengan dua warna yang berbeda jika tidak mau hatimu mati dengan perlahan atau mengenaskan.

Tidak ada komentar: