Waktu beranjak membungkuk, hampir
separuh matahari tenggelam dalam rangkulan bukit-bukit yang sebenarnya tidak
pernah menenggelamkan sang surya.
Ditepian telaga terduduk ku di
ujung perahu kecil yang sebagian raganya mengapung pada permukaan air tepat di pinggir
pantai Danau Laut tawar. Dari sudut inilah di temani desiran-disiran angin
seolah sengaja berbisik di telinga yang cukup membuat bulu kuduk ku berdiri. Tak
hanya sampai disitu, dekapan angin timur cukup membuat tubuh ini menggigil
berpadu dengan nyanyian alam sebagai temponya adalah gigi yang bergemeretak
beradu menjadikan lantuan tradisi aura pegunungan.
Sebuah cerita kehidupan dapat
kusaksikan. tidak semua bisa kujadikan cerita bermakna, manis, terlalu
kerdil akal ini mendifinisikan setiap coretan tinta sang ruang dan waktu yang
telah lewat begitu saja. Tidak juga pada senja ini yang telah banyak bercerita.
Sedikit tersungging jiwaku
menatap sudut tepat sekarang berada di jauh di depan mataku, untaian warna
langit karena jauhnya titik angkasa, itulah langit. Putih itu hanya awan
sebentar lagi juga pergi, tak betah menanti. Entah dimana pertemuannya namun
setelah badankku berbalik tempat terbenamnya sang mega cahaya berpijar mega,
kuning itu hanya lah bayangannya.
Aku memang berada diantara dua sumbu yang saling
berbenturan namun sama-sama bisa mematikan. Mana yang harus kuraih,?
Langit itu indah karena birunya,
tinggi dan dalam itulah yang membuatnya semakin biru. Tapi semakin lama
dinantikan akan menjadikan tenggelam, jika di angkasa terus melayang, tidak ada
yang bisa membuat nadi ini menjadi biru, tapi racun bisa. sedikit goresan saja
perlahan akan menuju jantung melalui arteri-arteri kecil dan menghentikan laju
jantungmu, jangan kau tanyakan apa akibatnya. Maka biru adalah Hasan yang
menjumpai ajalnya karena tubuhnya membiru terkena racun.
Aku balikan tubuhku dan menatap
mega yang belum sepenuhnya di tinggalkan sang surya, seperti terbakar karena
warnanya terlihat me-Merah. Itu adalah sebenarnya karena kuning itu hanyalah
pantulannya agar nyalanya tidak begitu mengusik mata. Begitu juga dengan biru,
warna di sudut ini juga dapat membakar hingga tulangmu tak lagi tersisa. Semakin
disulut akan terus membara dengan sangat menyakitkan juga dapat memanggangmu
dan mati jua. Merah itu adalah perkasa karena merah adalah Husein yang menenmui
ajalnya dengan seluruh raganya memerah karena darah.
Jangan pernah bermain dengan dua
warna yang berbeda jika tidak mau hatimu mati dengan perlahan atau mengenaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar