”kune mubelese kein
jasa ni ine
Kelem we berjege,
porak lao beremen”
(Dewantara kebayakan)
Kain
panjang (upuh padang) itu hampir saja rapuh. Enggan bertahan lama-lama menahan
beban berat raga kecilku. Entah berapa kali sudah kain ini berganti. karena
telah lapuk di makan usia hingga akhirnya robek menjadi kain lusuh tua,
berganti fungsi. Mungkin masih dapat berguna untuk menambal sulam kain
yang telah sobek, paling sering pelapis selimut (upuh masam jing). Tak jarang
akan bernasip menjadi kain lap di dapur.
Namun
bahu ibuku tidak pernah tergantikan, meskipun selalu menjadi tumpuan berat
tubuhku. Bagaimana pun sibuknya jika tangisan keras dari mulutku terdengar
dengan sigap ia akan menghentikan pekerjaannya bergegas meraihku, tetap dengan kain panjang
yang siap melingkar di bahunya dan akupun telah berada terbalut dipundaknya, biasanya ibu
pun akan sedikit mengayun tubuhnya agar tangisanku reda lagi.
Ibuku
sayang, aku masih selalu terlambat mengirimkan hadiah kepadamu. Hadiah yang
sangat diharapkan oleh ibu dari seorang anak yang berbakti. Kado dari seorang anak yang
telah dibesarkan hingga nyamuk yang kecil sekalipun tak kau ijinkan untuk sekedar hinggap di tubuh kecil ini. Maafkan aku ibu.
Lebih baik engkau mendera kesakitan mendaki bukit, rela
berbasah-basahan di tengah kebun kita dari pada harus membiarkan aku menangis.
Matamu memerah perih ketika asap kayu bakar hinggap di mata sipitmu demi
menyiapkan nasi bubur untukku. Sebelum teriakanku meledak lagi bubur itupun
telah tersaji. Terima kasih ibuku sayang.
aku ingat sekali Pagi itu uang saku ku berkurang
25 rupiah dari biasanya yang aku terima, akupun tidak rela dengan kejadian ini,
kembali aku terisak tangis mengancam tidak akan pergi sekolah, dua konsekwensi
sekaligus yang harus engkau hadapi. Ayah memang sedang tidak punya rezeki pagi
itu, mau dipaksakan juga dibawa dari mana sementara di sudut lain aku semakin
menjadi dalam tangisanku. Dalam kepanikan kakimu menuju ke warung sebelah rumah
meminjam koin yang telah menjadi malapetaka dengan jaminan buah labu jepang di
belakang rumah kita. Ibu, engkau korbankan harga dirimu hanya untuk sebuah diam
nya tangisku. Belum lagi apa yang akan terjadi jika kelak ayah sampai tahu apa
yang telah engkau lakukan.
Engkau begitu sabar mendampingi
ayah sebagai suamimu, tak ada keluhan yang keluar dari mulutmu, begitu setia,
sabar, bahkan aku tak pernah melihat jari dan tanganmu melingkar emas atau pun
perhiasan, tapi cintamu begitu tulus pada ayah. Yang paling sering hanya gelang
karet merah melingkar di tanganmu sewaktu-waktu akan engkau gunakan jika
sanggulmu kedodoran. Ibuku sayang sebenarnya apa sih yang istimewa dari ayah
kita bagaimana ibu begitu cinta padanya? Sementara yang aku tahu dari bibi ibu
adalah bunga desa dan punya calon seorang yang terpelajar dan akan menjadi
dosen, sementara ayah hanya pegawai tamatan SMA? Tapi ibu lebih terpesona pada
lelaki hitam yang punya hobi berdidong, hehehe. Siapa tahu bisa aku pakai jurus
untuk menaklukan gadis warna langit yang pernah aku ceritakan waktu itu. Tapi
ibu aku sadari hingga sampai kapan pun aku tidak akan lagi mendengar jawabannnya dari ibu. Ingin
rasanya aku belajar banyak pada ayah bu, tapi kini kalian berdua telah tiada. meskipun demikian namun
ayah telah menyelesaikan kewajibannya sebelum memejamkan matanya ibu, semua
atas kehendakNYA. kalian berdua begitu perkasa.
Ibu semoga dengan ketiadaanmu
dan Ayah kini akan menjadikan aku lebih dekat padaNYA, karena hanya dengan itulah aku bisa
meraihmu kelak dan bertemu, dan kujadikan lagi sikumu sebagai bantal tidurku seperti
dahulu. Semoga DIA meridoi jalanku ibu. Seperti dalam lantunan doamu ibu semoga
aku menjadi anak yang berbudi akhlak yang baik, memiliki harkat, drajat, dan
martabat yang tinggi. Sebaliknya akupun berharap engkau, ayah dan aku
depertemukan kembali di kehidupan yang akan datang. Namun jika aku terlambat
lagi bagaimana aku bisa mengirimkan kado tepat pada waktunya. Semoga aku selalu
mengirimkan kado terindah padamu ibu setiap hari. Agar aku dapat meraihmu.
Ibu aku
akan berusaha tidak akan lagi terlabat memberikan kado padamu, agar Dia memeliharamu
dan menempatkan kalian di tempat yang di ridhoinya ialah surga firdaus. Atas kehendaknyalah
kita kelak akan di pertemukan lagi. Disaat ini adakah kado yang lebih indah
dari seorang anak, selain menunaikan kewajiban yang lima serta menylipkan
titipan do’a untukmu. Semoga Allah meridhoinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar